Saturday, April 2, 2011

Perjalananku Sering - 
Mengikuti Jejak Langkah Ibnu Batutta
'Sering Mengembara'
di Tanah Asing
Dari Penulis

Dari Penulis - al-Hindi
Sejak saya meninggalkan alam persekolahan, saya terus bertekad untuk menjadi penulis masa itu saya mengalami kesukaran bagaimana nak memulakan seorang penulis, saya cuba melihat kehidupan orang-orang Semporna ketika pagi dan petang dalam kedua-dua keadaan ini, banyak menampilkan keunikan manusia bagaimana manusia keadaan pagi dan petang itu mencipta sebuah kehidupan hinggakan keadaan mereka dapat mengubah corak mereka berfikir dan mengubah hidup inilah membuatkan saya terasa kagum dan sering tertanya-tanya ketika saya berusia 26 tahun. Bermula keinginan untuk membuat satu kajian manusia dengan alam ciptaan Allah SWT. Dengan seringkali ke pasar kerana suruhan ibu untuk belanja semakin kuatlah saya melihat, memerhati dan memahami corak budaya 'Kehidupan Pasar' yang begitu seronok dengan gerakan badan mereka dan bahasa campuradu. Setelah selesai membeli belanja di Pasar, saya meminta izin kepada ibu saya pergi keluar sekejap, tujuan saya keluar ingin melihat gelagak kehidupan orang-orang Semporna ketika itu, disinilah saya telah menulis 'Kesibukan mereka ini, membuat aku tersangat tahu seandainya keadaan itu kekal selamanya dalam kenangan hidupku akhirnya aku menguatkan azamku untuk menulisnya, lalu aku ke perpustakaan untuk menulis keadaan itu, di masa ini aku kekurangan kertas untuk menulis terpaksa aku menulisnya di atas tangan dalam perkataan ringkas.' Walaupun masa itu saya serba kekurangan dalam menyediakan kertas putih untuk membuat catatan, namun saya tidak menjadikan satu masalah besar dalam penulisanku, dari dulu hinggakan saya remaja  ke dewasa, saya amat bersungguh teringin benar untuk mengembara jauh, bukanlah kecewa kerana tidak mendapat tempat di negeri sendiri, tetapi kecintaanku kepada dunia pengembaraan. masa itu timbullah tidakkesenangan hatian dalam perjalanan hidupku sepertimana yang saya sebutkan dalam buku pengembaraan iaitu 'Asal-usul Satu Perjalanan Dalam Pengembaraan' dalam buku ini saya nampilkan kerenah saya bagaimana saya bermulanya saya meninggalkan kota kecil dan masuk ke kota besar teringin sangat melihat riak-riak wajah orang dan negeri orang, budaya orang, bahasa orang, mencari asal-usul sebuah tempat dan memberi tempat-tempat suci serta mencari guru agama, ingin menguasai pelbagai ilmu sepertimana disebutkan didalam al-Quran. syukurlah kepada Allah SWT dengan anugerahnya yang begitu banyak mendatang kepadaku hinggakan saya tidak terfikir begitu jauhnya berada di negeri orang. Dalam pengembaraanku, keseluruhan daerah-daerah Sabah, negeri-negeri Semenunjung dan sebahagian daerah Sarawak - begitu jauh aku melakukan satu pengembaraan iaitu 5000km  dari Kampung Ayer, Semporna ke rata - desa, kampung, pekan, daerah,  bandar, negeri akhirnya saya dapat menguasai 13 Negeri yang ada di Negara Malaysia secara totalnya. 
  Peta ini menunjukkan pengembaraanku ke 13 Negeri
 
Membaca selembar demi selembar catatan perjalanan Ibnu Battuta akan terasa ada kedekatan didalam hati dibandingkan membaca cerita para penjelajah lainnya. Antara lain karena catatannya merupakan yang pertama dalam mengulas keberadaan Kerajaan Islam pertama di nusantara yaitu Samudera Pasai. Kala sampai di Aceh pada tahun 1345 Ibnu Batuta melukiskan Samudra Pasai sebagai negeri yang hijau dengan kota pelabuhan yang besar dan indah. Penguasa kerajaan adalah Sultan Mahmud Malik al-Zahir yang dinilainya berpengetahuan luas dan memerintah dengan baik. Ia juga sempat menyinggung mengenai kerajaan Majapahit di Jawa.

Meski kepulauan nusantara telah lama dikenal oleh para geograf Arab, baru Ibnu Battuta yang menuliskan hasil kunjungannya kala itu, sehingga kisah perjalanannya lebih penting dari sudut sejarah. Bahkan ia mungkin satu-satunya pengelana yang menulis perjalanannya di seluruh dunia Islam di zaman Klasik.
 Ibnu Batutta
 Menunjukkan Ibnu Batutta melakukan pengembaraan
Walau terkadang penulis dari Barat menggambarkan Ibnu Battuta sebagai pengelana gagah berani yang kerap mempertaruhkan nyawa menuju terra incognita, sebenarnya ia lebih mirip ulama yang selalu berkelana sambil memberikan pelayanan keilmuannya. Ia bukanlah seperti para pionir dari Eropa yang datang dengan kapal perang. Alih-alih ia merupakan cendikiawan yang setia terhadap nilai-nilai spiritual, moral dan sosial diatas ketaatan lainnya.

Pada tahun 1325 saat berusia 21 tahun Ibn Battuta memulai pernjelajahannya dengan mengarungi lautan dan menjelajah daratan sepanjang 117.000 kilometer. Ia menjelajahi Afrika Utara, Afrika Barat, Eropa Selatan, Eropa Timur, jazirah Arab, India, Asia Tenggara hingga Cina. Petualangannya yang terakhir adalah safari melintasi gurun Sahara menuju kerajaan Mali dengan rombongan unta. Setelah petualangannya yang terakhir tahun 1355 ia kembali untuk menetap di tanah kelahirannya di Maroko untuk melayani tugas kerajaan dalam bidang peradilan dengan jabatan terakhir sebagai pejabat kehakiman di sebuah provinsi. Sang maestro meninggal pada tahun 1363 meninggalkan kelautan ilmu yang luas.

Perjalanan Pengembaraan Ibnu Batutta 

Karena Ibnu Battuta bukan seorang ahli seni sastra, ia dibantu oleh Ibnu Juzayy dalam menyiapkan sebuah laporan perjalanan mengenai pengalaman-pengalamannya, untuk disajikan demi kesenangan Kerajaan Maroko. Penguasa Maroko sendirilah yaitu Sultan Abu ‘Inan yang secara pribadi meminta Ibnu Battuta menuliskan cerita-ceritanya. Ibnu Juzayy menyusun laporan perjalanan Ibnu Battuta dalam suatu bentuk karya sastra yang baik, sesuai standar kesusasteraan sebuah rihla.

Karya sastra rihla merupakan laporan perjalanan yang dipusatkan pada perjalanan ke Mekah. Sebagai suatu jenis sastra Arab, rihla merupakan karya yang populer di Afrika Utara antara abad ke-12 hingga abad ke-14. Rihla bukanlah sebuah buku harian atau suatu himpunan catatan harian sesuai kronologis perjalanan, sehingga amat berbeda dengan catatan perjalanan terkenal lainnya seperti Book of Marcopolo. Kadang dituangkan dalam bentuk syair, mengungkap hal-hal yang aneh dan kesimpulan-kesimpulan retoris. Laporan perjalanan itu dituangkan ke dalam suatu kisah yang menghibur dan memberi kenikmatan bagi telinga dan mata.

Laporan perjalanan ini lebih menyerupai karya sastra, sebagian berupa riwayat hidup dan sebagian merupakan ikhtisar yang ditulis pada akhir riwayat pekerjaannya. Penyusunan rihla ini sendiri baru dilakukan setelah Ibnu Battuta kembali dari petualangan-petualangannya dan menetap di tanah kelahirannya. Karena bentuk sastranya, dapat dipahami bila dalam rihla yang ditulis jauh setelah petualangannya selesai itu memiliki beberapa keraguan, kekeliruan dan terkadang memaksakan sikap kritis pembaca. Namun walau terhalang oleh kabut, dengan mempelajari secara lebih seksama para sejarawan akan dapat menarik ketepatan yang mengagumkan secara keseluruhan.

Tulisannya tak akan seperti catatan perjalanan lain yang mencatat hanya risalah geografi empiris, namun rihla secara keseluruhan menggambarkan kepribadian sang musafir, merekam budaya kosmopolitan sebuah peradaban, kesalehan yang terjaga dan keilmuan yang terang benderang. Perjalanan-perjalanannya memperlihatkan betapa luasnya dunia Islam di abad tersebut, dan ia dengan penuh kerendahan hati memperlihatkan sikap setianya terhadap nilai-nilai universal, moral dan sosialnya sebagai warga Dar al-Islam.

Sesuatu yang lain bisa dipelajari dari rihla karya Ibnu Battuta selain pengembaraannya itu sendiri, adalah bahwa sebagai pengelana seseorang tak terlepas dari pribadinya sendiri. Ia datang dari sebuah tempat yang jauh, latar belakang yang berbeda, pola pikir yang berlainan dan ide-ide yang tak sama. Menjadi menakjubkan bila perjumpaannya dengan pengalaman-pengalaman baru di tempat yang asing kemudian dapat diramu dalam sebuah “kisah yang menghibur dan memberi kenikmatan bagi telinga dan mata” tanpa ada tendensi apapun.


No comments:

Post a Comment