Sunday, November 27, 2016



RAJA PAHANG KETURUNAN LANGSUNG RAJA JOHOR-RIAU
YAMTUAN MUDA RAJA BAJAU
Satu Kajian Keberadaan "Raja Bajau" 
Dalam Kesultanan Pahang


1641M
SULTAN ABDUL JALIL SHAH III@RAJA BUJANG (RAJA JOHOR-RIAU, 1623-1677M) telah melantik RAJA BAJAU IBNI ALMARHUM SULTAN ABDULLAH MA'AYAT SHAH sebagai YAMTUAN MUDA (RAJA MUDA), bersemayam di PEKAN (PAHANG) dan memerintah PAHANG.

1663-1674M
Berlaku PERANG PAHANG-JAMBI ekoran pembatalan pertunangan dan perkahwinan RAJA BAJAU - PUTERI JAMBI.    

1676M
YAMTUAN MUDA RAJA BAJAU yang memerintah Pahang telah mangkat.  Almarhum Raja Bajau telah meninggalkan seorang putera bernama RAJA IBRAHIM, hasil perkahwinan RAJA BAJAU-PUTERI (Anak Laksamana Tun Abdul Jamil - Laksamana Johor-Riau).

1677M
SULTAN ABDUL JALIL SHAH@RAJA BUJANG - RAJA JOHOR-RIAU telah mangkat.  Putera Al-Marhum Raja Bajau yang bernama RAJA IBRAHIM telah diangkat sebagai RAJA JOHOR-RIAU bersemayam di Pahang, dan kemudiannya bersemayam di Riau dengan gelaran SULTAN IBRAHIM SHAH (1677-1685). 

1679M
SULTAN IBRAHIM SHAH - RAJA JOHOR RIAU (1677-1685M) yang bersemayam di Riau menitahkan bapa mertuanya, LAKSAMANA TUN ABDUL JAMIL dan Daeng Mengika dengan membawa 300 buah perahu menyerang dan mengalahkan KERAJAAN JAMBI.  Mula dari tarikh ini LAKSAMANA TUN ABDUL JAMIL menjadi orang yang paling berkuasa dalam KERAJAAN JOHOR-RIAU.

1685M  
SULTAN IBRAHIM SHAH - RAJA JOHOR-RIAU mangkat kena racun di Riau. Takhta Johor-Riau diwarisi oleh putera almarhum yang bernama RAJA MAHMUD (10 tahun) dengan gelaran SULTAN MAHMUD SHAH III (RAJA JOHOR-RIAU X, 1685-1699M).  Memandangkan Sultan Mahmud Shah III masih kecil, maka orang berkuasa dalam KERAJAAN JOHOR-RIAU, termasuk PAHANG ialah PADUKA RAJA TUN ABDUL JAMIL.

Sejarah Suku Bajau Di Sulawesi 

Satu Kajian Di Nusantara
oleh al-Hindi 


Suku Dunia 
           Suku bangsa yang satu ini sangat pandai menyesuaikan diri dengan kehidupan di perairan Nusantara, bahkan sampai ke perairan kepulauan Filipina bagian selatan. Mereka hidup berpindah-pindah di perairan laut dan teluk di sekitar Pulau Sulawesi, Kalimantan, Sumatera bagian timur, Kepulauan Maluku bagian utara dan Kepulauan Nusa Tenggara. Jumlah orang Bajau di seluruh Indonesia diperkirakan sekitar 50.000 orang. Kelompok yang paling banyak jumlahnya mungkin berada di sekitar Sulawesi Tengah, yaitu sekitar 25.000 orang.

Di Sulawesi Selatan jumlahnya sekitar 8.000-10.000 jiwa. Di Maluku Utara sekitar 5.000 orang, yaitu di sekitar pulau Obi, Bacan, Kayoa dan Sula. Sebagian ditemukan di pantai utara, Pulau Lombok, Sumba, Sumbawa dan pulau-pulau kecil lainnya. Ada pula yang mendiami beberapa daerah pantai dan teluk di Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Riau dan Jambi. Anggapan ini menyamakan pula orang Laut yang berdiam di Riau Kepulauan sebagai kelompok suku bangsa Bajau. Tetapi ada pula yang membedakannya, karena bahasa orang Laut di Riau denga bahasa orang Bajau pada umumnya berbeda, karena orang laut menggunakan bahasa dengan dialek Melayu Kepulauan.

Para peneliti asing di Kalimantan melaporkan bahwa suku bangsa ini sebagai penyalur hasil hutan yang dikumpulkan oleh penduduk pedalaman. Penulis-penulis Barat beranggapan bahwa suku bangsa ini sering digunakan oleh sultan-sultan Melayu untuk merampok kapal-kapal pedagang Eropa. Orang Makasaar menyebut suku bangsa ini orang Bayi atau Turije'ne. Orang Bugis menyebutnya orang Bajo. Masyarakat suku bangsa di Sulawesi Tengah umumnya menyebut mereka orang Bajau. Di sekitar perairan Malaysia disebut Bajaw. Di perairan Filipina bagian selatan suku bangsa ini disebut orang Sama. Dalam literatur modern disebut-sebut sebagai The Sea Gypsy. Penelitian mengenai orang Bajau secara menyeluruh nampaknya belum ada, kecuali penelitian terbatas pada sub-kelompok sub-kelompok tertentu.

Bahasa Suku Bajau

Bahasa Bajau yang terdapat di lingkungan perairan Indonesia memperlihatkan ciri kebahasaan yang sama dan hanya berbeda dialek dengan bahasa Bajau yang digunakan di perairan Malaysia dan Filipina Selatan. Ada anggapan bahwa bahasa mereka sebenarnya sama karena mereka selalu mengadakan interaksi musiman secara teratur. Selain itu pengaruh bahasa asing dianggap sedikit sekali, karena mereka suka menjauhkan diri dari kontak sosial ekonomi dengan suku-suku bangsa lain, kecuali hubungan dagang dengan orang bugis dan makassar.

Agama Dan Kepercayaan Dalam Suku Bajau

Mungkin sebagian besar orang suku Bajau memeluk agama Islam, cuma pengaruh sistem kepercayaan animisme laut masih amat kuat, sehingga menjadi salah satu ciri kebudayaan mereka yang khas itu. Pengaruh agama Islam mungkin diperoleh lewat interaksi dengan para pelaut Bugis yang juga tersebar di berbagai perairan laut Nusantara. Bedanya para pelaut Bugis masih mengenal pemukiman tertentu sebagai tempat tinggal dan terbuka untuk mengadakan hubungan yang lebih dalam dengan suku-suku bangsa lain.

Perkawinan Dalam Suku Bajau

Sistem perkawinan mereka terutama mengikuti hukum perkawinan Islam dan ditambah dengan pengadaan upacara perkawinan menurut adat istiadat mereka yang sayang masih sedikit diketahui. Seorang pengantin perempuan akan ikut dengan perahu orang tua suaminya segera setelah upacara perkawinan selesai. Ada pula pasangan yang hidup di perahu buatan sendiri atau hadiah dari kerabat mereka. Ada pula pasangan baru yang lebih senang bergabung dengan perahu orang tua suami. Tidak diketahui apakah mereka berpoligami. Mereka tidak berlayar sepanjang tahun, karena pada musim-musim tertentu mereka akan menetap di dekat pantai yang perairannya tenang sambil memperbaiki perahu dan alat-alat untuk menangkap ikan serta hasil laut lainnya, mengadakan kegiatan sosial, seperti perkawinan, sunatan dan upacara lainnya. Beberapa kelompok di Sulawesi Tengah dan Maluku Utara sudah ada yang mau menetap dan mendirikan sekolah.

Penduduk-penduduk lain di sekitar perairan Sulawesi Tengah dan Maluku Utara nampaknya amat mengagumi dan mengakui keterampilan orang Bajau untuk hidup di laut. Mereka dikenal sebagai penyelam ulung, tahan berjam-jam di kedalaman 10-20 meter untuk berburu ikan dengan tombaknya yang berkait dan senjata harpun buatan sendiri, atau mencari kerang mutiara untuk dijual kepada tengkulak yang akan menjualnya lagi ke padagang Jepang. Selain ikan dan mutiara mereka juga mengumpulkan rumput laut, teripang dan sirip ikan hiu yang harganya cukup bagus.

Kebudayaan Suku Bajau

Ciri kebudayaan orang Bajau memang masih kabur, tetapi harus diketahui bahwa sistem pengetahuan mereka tentang kelautan serta perbintangan amatlah luas, terutama pengetahuan mengenai lautan di lingkungan Indonesia.

Sejarah Suku Bajau Di Sulawesi 

Satu Kajian Di Nusantara
oleh al-Hindi 


Suku Dunia 
           Suku bangsa yang satu ini sangat pandai menyesuaikan diri dengan kehidupan di perairan Nusantara, bahkan sampai ke perairan kepulauan Filipina bagian selatan. Mereka hidup berpindah-pindah di perairan laut dan teluk di sekitar Pulau Sulawesi, Kalimantan, Sumatera bagian timur, Kepulauan Maluku bagian utara dan Kepulauan Nusa Tenggara. Jumlah orang Bajau di seluruh Indonesia diperkirakan sekitar 50.000 orang. Kelompok yang paling banyak jumlahnya mungkin berada di sekitar Sulawesi Tengah, yaitu sekitar 25.000 orang.

Di Sulawesi Selatan jumlahnya sekitar 8.000-10.000 jiwa. Di Maluku Utara sekitar 5.000 orang, yaitu di sekitar pulau Obi, Bacan, Kayoa dan Sula. Sebagian ditemukan di pantai utara, Pulau Lombok, Sumba, Sumbawa dan pulau-pulau kecil lainnya. Ada pula yang mendiami beberapa daerah pantai dan teluk di Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Riau dan Jambi. Anggapan ini menyamakan pula orang Laut yang berdiam di Riau Kepulauan sebagai kelompok suku bangsa Bajau. Tetapi ada pula yang membedakannya, karena bahasa orang Laut di Riau denga bahasa orang Bajau pada umumnya berbeda, karena orang laut menggunakan bahasa dengan dialek Melayu Kepulauan.

Para peneliti asing di Kalimantan melaporkan bahwa suku bangsa ini sebagai penyalur hasil hutan yang dikumpulkan oleh penduduk pedalaman. Penulis-penulis Barat beranggapan bahwa suku bangsa ini sering digunakan oleh sultan-sultan Melayu untuk merampok kapal-kapal pedagang Eropa. Orang Makasaar menyebut suku bangsa ini orang Bayi atau Turije'ne. Orang Bugis menyebutnya orang Bajo. Masyarakat suku bangsa di Sulawesi Tengah umumnya menyebut mereka orang Bajau. Di sekitar perairan Malaysia disebut Bajaw. Di perairan Filipina bagian selatan suku bangsa ini disebut orang Sama. Dalam literatur modern disebut-sebut sebagai The Sea Gypsy. Penelitian mengenai orang Bajau secara menyeluruh nampaknya belum ada, kecuali penelitian terbatas pada sub-kelompok sub-kelompok tertentu.

Bahasa Suku Bajau

Bahasa Bajau yang terdapat di lingkungan perairan Indonesia memperlihatkan ciri kebahasaan yang sama dan hanya berbeda dialek dengan bahasa Bajau yang digunakan di perairan Malaysia dan Filipina Selatan. Ada anggapan bahwa bahasa mereka sebenarnya sama karena mereka selalu mengadakan interaksi musiman secara teratur. Selain itu pengaruh bahasa asing dianggap sedikit sekali, karena mereka suka menjauhkan diri dari kontak sosial ekonomi dengan suku-suku bangsa lain, kecuali hubungan dagang dengan orang bugis dan makassar.

Agama Dan Kepercayaan Dalam Suku Bajau

Mungkin sebagian besar orang suku Bajau memeluk agama Islam, cuma pengaruh sistem kepercayaan animisme laut masih amat kuat, sehingga menjadi salah satu ciri kebudayaan mereka yang khas itu. Pengaruh agama Islam mungkin diperoleh lewat interaksi dengan para pelaut Bugis yang juga tersebar di berbagai perairan laut Nusantara. Bedanya para pelaut Bugis masih mengenal pemukiman tertentu sebagai tempat tinggal dan terbuka untuk mengadakan hubungan yang lebih dalam dengan suku-suku bangsa lain.

Perkawinan Dalam Suku Bajau

Sistem perkawinan mereka terutama mengikuti hukum perkawinan Islam dan ditambah dengan pengadaan upacara perkawinan menurut adat istiadat mereka yang sayang masih sedikit diketahui. Seorang pengantin perempuan akan ikut dengan perahu orang tua suaminya segera setelah upacara perkawinan selesai. Ada pula pasangan yang hidup di perahu buatan sendiri atau hadiah dari kerabat mereka. Ada pula pasangan baru yang lebih senang bergabung dengan perahu orang tua suami. Tidak diketahui apakah mereka berpoligami. Mereka tidak berlayar sepanjang tahun, karena pada musim-musim tertentu mereka akan menetap di dekat pantai yang perairannya tenang sambil memperbaiki perahu dan alat-alat untuk menangkap ikan serta hasil laut lainnya, mengadakan kegiatan sosial, seperti perkawinan, sunatan dan upacara lainnya. Beberapa kelompok di Sulawesi Tengah dan Maluku Utara sudah ada yang mau menetap dan mendirikan sekolah.

Penduduk-penduduk lain di sekitar perairan Sulawesi Tengah dan Maluku Utara nampaknya amat mengagumi dan mengakui keterampilan orang Bajau untuk hidup di laut. Mereka dikenal sebagai penyelam ulung, tahan berjam-jam di kedalaman 10-20 meter untuk berburu ikan dengan tombaknya yang berkait dan senjata harpun buatan sendiri, atau mencari kerang mutiara untuk dijual kepada tengkulak yang akan menjualnya lagi ke padagang Jepang. Selain ikan dan mutiara mereka juga mengumpulkan rumput laut, teripang dan sirip ikan hiu yang harganya cukup bagus.

Kebudayaan Suku Bajau

Ciri kebudayaan orang Bajau memang masih kabur, tetapi harus diketahui bahwa sistem pengetahuan mereka tentang kelautan serta perbintangan amatlah luas, terutama pengetahuan mengenai lautan di lingkungan Indonesia.

Monday, February 15, 2016


MEMBELAH SATU PERJALANAN SEJARAH KITA

“sea gypsies, Panglima Dilaut, Pelaut dan Pelayar Terunggul.”

Dunia Photografic - Dokumentari

"Sebenarnya perjalanan yang saya lalui amat memerlukan jiwa penuh sabar dan tabah dalam merakam bekas-bekas mereka lalui selama ini, kerana bagiku mereka mula dilupai kerana mereka tiada nilai,"
itulah catatanku.....
    

Satu perjalanan indah perlu saya didik dalam hatiku........



Sifat alam itu amat melembutkan perasaan kita?



Bila aku melihat suasana alam Semporna bagaikan menyimpan seribu makna? 


Membelah Satu Perjalanan Sejarah Kita

“sea gypsies, Panglima Dilaut, Pelaut dan Pelayar Terunggul.”



Perlu kita tahu?....

(1)
BAJAU adalah terbahagi kepada dua kumpulan yang telah menetap di Pantai Barat dan Timur Sabah sejak beberapa ratus tahun yang lama dan diiktiraf sebagai penduduk asli dan antara bumiputera terbesar di negeri Ѕabah dan sekitarnya. Manakala disebelah Pantai Barat mereka dikenali sebagai Bajau Samah. Mereka bekerja sebagai petani dan nelayan di persisiran pantai barat di samping menunggang kuda dan Bajau di Pantai Timur Ѕabah sebagai nelayan dan penyelam yang mahir.
Orang Bajau Samah Pantai Barat terkenal dengan penunggang kuda, pembuatan parang dan menjadi pesawah serta penternak.Pada masa yang sama juga,masyarakat Bajau Pantai Timur Sabah khasnya dari daerah Semporna juga mendapat gelaran istimewa dan unik seperti “sea gypsies, Panglima Dilaut, Pelaut dan Pelayar Terunggul.”
Orang Bajau boleh dibahagikan kepada Orang Bajau Samah Pantai Barat yang menetap di sekitar PutatanTuaran,Kota Marudu Kota Belud dan Papar. Manakala Orang Bajau Pantai Τimur pula menetap di sekitar ΚudatЅandakanLahad DatuΚunakSemporna dan Tawau.
Bajau Samah yang berasal daripada daerah Kota Belud dan Tuaran pula amat di kenali di seluruh dunia sebagai 'cowboy of the east' kerana kemahiran dan kecekapan mereka dalam menunggang kuda yang tiada tolok tandingnya. Selain mereka pakar dalam pembuatan pedang Samurai yang dipercayai di perturunkan oleh tentera Jepun suatu ketika dahulu kepada kaum Bajau Samah dan Irranun di Kota Belud. Pedang Samurai daripada Kota Belud amat tinggi kualitinya dan senang di perolehi sehinggakan menjadi tarikan dan cenderamata yang harus di beli oleh para pelancong dari luar negara mahupun dalam negeri yang singgah ke Kota Belud.
Orang Bajau Samah Pantai Вarat adalah berbeza dengan Orang Bajau Рantai Timur khususnya daerah Lahad Datu dan Semporna. Dari segi pertuturan, pakaian tradisi,pemakanan adat resam dan budaya hidup adalah sangat-sangat berbeza. Masyarakat Bajau Samah Pantai Barat banyak yang terlibat dengan pertanian sawah padi manakala masyarakat Bajau Semporna terkenal dengan kegiatan penangkapan hasil laut.
(2)
Bajau Kudat adalah kumpulan beberapa sub-etnik bajau yang bergabung dan menuturkan bahasa yang sama serta mengongsi budaya dan adat resam yang sama. Bajau Kudat yang asli adalah gabungan daripada sub etnik bajau iaitu etnik suku Banadan, Danauan serta Κagayan dengan etnik suku orang Suluk . 
Lahirnya
Bajau Kudat = gabungan daripada Sub etnik Bajau 
iaitu suku Banadan, Danauan dan kagayan

Oleh itu Bajau Kudat yang asli menuturkan kedua-dua bahasa iaitu Bahasa Bajau Banadan dan Bahasa Suluk sebagai bahasa harian mereka dan mereka juga dikenali sebagai Bajau Suluk. Dalam lagenda juga dikenali sebagai Bajau Gunung seperti cerita Puteri Gunung Ledang, Puteri Santobong, Puteri Saadong dan puteri-puteri lain di tanah melayu, Pahlawan-pahlawan hebat dan bijaksana pada masa itu akan membina penempatan di kawasan gunung dan berkahwin dengan puteri-puteri kayangan menjaga gunung. Mat Salleh "Wira Pahlawan Sabah" adalah merupakan salah seorang dari keturunan Bajau Suluk dan Menetap di Kawasan Pergunungan Sabah sebelum mula berhijrah. Bajau Kudat kadang kala dikenali juga dengan panggilan Bannaran atau Dannawan atau Samah atau Bajau di kalangan kelompok-kelompok Bajau yang lain.Manakala suku bangsa lain di daerah Kudat seperti Suku Brunei, 

Suku Bajau Samah, Suku Orang Sungai, Suku Rungus dan Suku Tambanuo yang mendiami kawasan Kudat memanggil orang-orang Bajau Kudat sebagai Bajau Suluk. Oleh itu, orang-orang Bajau Kudat agak unik kerana mengongsi bangsa,bahasa,budaya dan adat resam suku kaum Bajau dan Suluk dan dari etnik Bajau yang lain. Keadaan ini disebabkan adanya asimilasi antara dua suku bangsa ini yang akhirnya menghasilkan Bajau Kudat / Bajau Suluk. Walau bagaimanapun, Bajau Suluk merupakan sub suku yang paling sedikit dalam etnik bajau dan menyebabkan mereka kurang dikenali ramai. Namun darah pahlawan mereka seperti mat salleh dan Raja Islam Sulu menyebabkan mereka menjadi rujukan untuk menyelesaikan masalah. Kini keturunan suku Bajau Suluk masih dikenali dengan kelebihan seperti bijak, pandai, cantik berbading sub-ethik bajau lain biarpun hidup bersama Bajau Kota Belud/Tuaran.

(3)
Petempatan utama Bajau dan Suluk Kudat ini ialah di Kampung Limau-Limauan ( pada masa sebelum penjajahan British Limau-Limauan adalah ibu negeri dan Pusat Pentadbiran Kerajaan Bajau Kudat dibawah pemerintahan Maharajah Untung Haji Abdul Rahimmoyang kepada Tun Datu Mustapha Bin Datu Harun dan juga Tuan Guru kepada Datu Paduka Mat Salleh), Kampung Talaga ( Pusat Kekuasaan Bajau Kudat sebelum bertukar ke Limau-Limauan ), Kampung Parapat Laut ( Pecahan daripada Kampung Limau-LImauan ), Kampung Landung Ayang Laut, Kampung Tanjung Kapor, Kampung Membatu Laut, Kampung Liwatan, Kampung Milau, Kampung Tampakan, Kampung Batu Putih dan beberapa perkampungan lain.
Bajau Kudat adalah Suku Bajau yang agak unik. Mereka menggunakan seratus peratus (100%) istilah dan bahasa Banarran-Ѕuluk dalam kebudayaan, adat resam dan persuratan mereka. Dokumen lama ditulis dalam tulisan bajau dan Suluk. Semua sebutan, huruf, istilah, tulisan,gaya lagu bacaan dan kaedah pengajian al Quran adalah menggunakan bahasa Аrab dan jawi Вajau-Suluk kuno. Semua istilah Nikah Kahwin dan pertunangan adalah menggunakan bahasa Βajau dan Suluk Kuno dan bercampur dengan bahasa Melayu lama. Istilah-istilah seperti "Turul Taimah"( Istilah yang seerti dengan "JAWAPAN PENERIMAAN LAMARAN" ) dan "Muka Laung"( BUKA MULUT dalam bahasa Melayu Sabah ) adalah contoh istilah Bahasa Suluk Kuno yang digunakan dalam majlis dan adat pertunangan. Manakala istilah "Mahanda" adalah dari bahasa Bajau yang bererti "Meminang". Istilah "Tampan Maru" pula adalah istilah bahasa Bajau yang digunakan oleh kaum Bajau Kudat yang bererti "Denda akibat pelanggaran satu-satu adat pertunangan atau perkahwinan.Istilah seperti Akat Nika, Mas Kawin dan Tunang adalah berasal dari Bahasa Melayu.Pasangan pengantin Bajau-Suluk atau Bajau Kudat ini selalunya akan diarak menggunakan USUNGAN seperti seorang raja dan permaisuri.Keberangkatan dan ketibaan pengantin selalunya diiringi dengan irama TITIK PALANG NGAN dan irama TITIK SAMBUTAN.Keberangkatan dan ketibaan pengantin atau pasangan pengantin juga akan diiringi dengan bunyi tembakan senapang selalunya tujuh das atau sembilan das bergantung kepada status-quo keluarga pengantin.Keberangkatan pengantin yang diarak akan dialu-alukan dengan syair tradisi dalam bahasa Suluk yang dikenali sebagai KALANGAN dan panji-panji berwarna Merah yang dikenali sebagai PANJI dan SAMBULAYANG dengan kumpulan muzik tradisional akan turut sama menyertai rombongan pengantin.
Orang-orang lama Bajau Kudat hampir keseluruhannya mengakui dan mendakwa bahawa nenek moyang meraka adalah berasal daripada keturunan manusia yang lahir dari ruas bambu atau dikenali sebagai bambu "Kayawan".Berdasarkan kajian, satu-satunya manusia di Kepulauan Borneo dan Sulu yang diakui dalam Tarsila Kesultanan Sulu sebagai keluar dari ruas bambu ialah TUAN MASAIK iaitu Raja Islam Sulu yang pertama ( memerintah dan mengasaskan Kerajaan Sulu Islam pada tahun 1280 Masehi sebelum Sultan Syariful Hashim menyatukan dan mendirikan Kesultanan Sulu pada tahun 1450 Masehi ) yang berasal dari Tanah Besar Borneo Utara ( Sabah ) yang telah berkahwin dengan PUTERI RAJA SIPAD dari Suku Kaum Dayak Buranun ( nenek moyang suku kaum Tausug atau Suk).
Antara tokoh-tokoh ternama di Sabah yang pancar keturunannya dari Bajau Kudat ialah Datu Paduka Mat Salleh ( anak-anaknya seperti Halipan @ Ungkung dari isterinya Dayang Bandang dan anak-anaknya dari isteri kedua Dayang Shariffah masih terdapat keturunannya di kampung Parapat Laut, Kampung Landung Ayang dan Kampung Talaga Kudat),Tun Datu Mustapha Datu Harun, Datu Aliuddin Datu Harun, Datu Salam Datu Harun, Maharajah Panglima Untung Haji Abdul Rahim, Shariff Osman Wira Marudu, Shariff Ligaddung ( Digadung ), Datu Khalil Jamalul dan ramai lagi.
Satu lagi ciri unik Bajau Kudat ialah rata-rata golongan tua dari suku kaum ini mampu menuturkan lebih dari dua bahasa persukuan di Sabah. Mereka mampu bercakap dengan fasih dan lancar bahasa suku-suku sub etnik Bajau seperti bahasa Banadan, bahasa Kagayan, bahasa Bajau Samah ( Bajau Kota Belud ) dan bahasa-bahasa etnik suku Suluk, Sungai dan Rungus.
Pekerjaan utama golongan tua dari suku kaum ini ialah sebagai nelayan dan petani padi bukit. Walau bagaimana pun, generasi Bajau Kudat pada hari ini majoritinya bekerja di sektor kerajaan dan swasta.
Pada masa sekarang Bajau Kudat masih lagi mengekalkan beberapa adat dan budaya lama yang telah diamalkan turun-temurun seperti adat MAG GUNTING atau bergunting beramai-ramai di masjid dan adat MAG DUAAH iaitu kenduri arwah beramai-ramai satu kampung di masjid pada masa Hari Raya Aidl Fitri dan Aidil Adha. Budaya MAG GUNTING agak unik kerana setiap anak Bajau-Suluk yang baru lahir akan diadakan upacara bergunting rambut di masjid setiap kali masa hari raya atau dua kali setahun sahaja. Kanak-kanak lelaki yang akan digunting rambutnya akan diarak ke masjid bersama-sama dengan sebuah REPLIKA JONG atau Kapal Layar yang dihias manakala anak perempuan pula akan diarak disertai dengan sebuah REPLIKA MAHLIGAI.Kedua-dua replika ini iaitu JONG dan MAHLIGAI adalah melambangkan seorang Putera Raja dan seorang Puteri Raja. JONG adalah kenderaan Putera Raja manakala Mahligai tempat tinggal seorang Puteri Raja.
Senjata tradisi Bajau Kudat ialah BARUNG dan BAKUKU serta KALIS. Barung,Bakuku dan Kalis adalah senjata tempur dan selalunya ia menjadi senjata pusaka keturunan. Barung menjadi senjata kebanggan bagi orang-orang Bajau Kudat.
Bajau Kudat telah mendiami perairan Teluk Marudu (Kudat) sekurang-kurangnya seawal abad ke-13 lagi.Sarjana Barat mengakui bahawa kedatangan agaama islam ke Palawan dan Balabak( sekarang ini Filipina) adalah dari Teluk Marudu ( Kudat ) dan Teluk Darvel ( Segama-Lahad Datu).

(4)
Ahli Pelayaran Belanda Van N Hort yang telah memetakaan daerah MARUDO dalam peta dunia pelayarannnya pada tahun 1595 mengakui adanya petempatan dan pelabuhan di Teluk Marudu. Perkataan Marudu adalah berasal dari Bahasa Bajau Kudat iaitu kata MA ILU DU ATAU MARU DU yang bererti "DI SITU-SITU JUGA".Daerah Marudu adalah daerah tertua di Sabah yang dipetakan oleh sarjana Barat selain daerah Kinabatangan.Dalam Peta Belanda Melaka 1602 pula, nama wilayah Marudo dan Api-Api ( Kota Kinabalu pada masa ini )telahpun dipetakan sebagai dua kawasan yang didiami oleh dua sub etnik orang Bajo atau Bajau. Alat muzik tradisoinal Bajau Kudat adalah Kulintangan, gong, tambul ( Tambur), gabbang (dibuat daripada bambu) dan biola. Uniknya, Bajau Kudat ini mempunyai beberapa jenis irama lagu tradisional yang dimainkan menggunakan kulintangan, gong dan tambul. Antara irama atau dikenali sebagai JINIS TITIK yang selalu dimainkan ialah TITIK SAMAH, TITIK MANGKABUNG, TITIK KAGAYAN, TITIK SUK (Irama peperangan atau Silat), TITIK TA (KITA), TADDOH HABAH (irama percintaan),TITIK KABLITAN (irama muzik yang diiringi tarian IGAL) dan TITIK PALANGNGAN ( irama pengantin berangkat dan tiba). Kaum perempuan Bajau Kudat terkenal dengan tenunan kain PIS iaitu kain dastar ikat kepala. Kain Pis yang ditenun selalunya akan dijual kepada suku kaum Rungus yang selalunya bertaraf sekurang-kurangnya Ketua Kaum. Ini disebabkan kain PIS ini harganya mahal dan pada masa dahulu ianya dijual secara tukaran barang sama ada ditukar dengan barangan tembaga seperti gong dan gadur ataupun dengan kerbau.Kadang kala ditukar dengan padi. Sehelai kain Pis boleh mencecah harga tukaran 2 biji gong atau 2 ekor kerbau atau 10 karung padi bergantung kepada motif tenunan. Terdapat beberapa jenis motif tenunan antaranya ialah corak naga (paling mahal), burung merak dan awan larat yang mana ada nama-namanya tersendiri di kalangan ahli tenun Bajau Κudat. 
Di Kudat juga terdapat suku Bajau Samah yang merupakan penghijarah dari daerah Kota belud dan Daerah Tuaran. Mereka telah datang ke daerah Kudat semasa dan selepas pendudukan Jepun untuk mencari perlindungan.Kecuali Bajau Samah di perkampungan Sebayan mereka adalah penduduk awal bajau samah di daerah Kudat.

Rujukan:
"Bahasa dan Alam Pemikiran Masyarakat Bajau"
"Warisan Budaya Sabah Etnisiti Dan Masyarakat"



Tuesday, June 2, 2015


Catatan Dari Seorang Penulis.........


'Aku melihat awan biru di rumah di presit 11, sebelum bertolak ke Airport nak ke Sarawak, saya terasa sepi melihat perjalanan ini, angin begitu sayu datang bertiup hinggakan saya merasai keadaan ini, bagaikan ada sesuatu yang baik untukku. berulang-ulang saya membuka buka catatanku, ingin melembar satu catatan yang pasti saya tulis kisah sebuah perjalanan yang saya lalui......



duduk sendiri mengapa diri terpaksa menjernihkan dengan yang sabar untuk menguasai persekitaran yang saya lihat. duduk setengah jam menunggu bas ke Center Putrjaya, tak lama kemudian pun dalam beberapa minit bas Nadi Putra L07 ke Center Putrjaya. dengan membawa beg selengkap bagaikan pengembara dibawa. Sepanjang perjalanan saya cuba menghayati perjalananku terlihatlah 'Rangkaian hidup bertaburan disana-sini yang sering tersisi dengan tabiat manusia dan tabiat alam lahirlah hubungan manusia dengan Maha Pencipta........

kulihat rumah yang berpaut mengikut bahagian dengan nama presint bertabur disana-sini, diruang jalan melintas ada di presint 9, ada sekolah, ada klinlik dan kedai makanan dan banyak lagi, apa yang menarik sesak dijalanraya ini terdapat banyak Traffic light, sentiasa menekat perjalananku, pembinaan bangunan rumah dan pejabat masih berjalan lancar. dengan pancaran mentari yang terang dengan awan bertumpuk-tumpuk seolah saya mengims melakukan satu catatan yang belum saya selesaikan......

Terlihat station Center Putrjaya mendekati sebuah perjalanan yang pasti saya akan tinggalkan kerana tugasan akan saya lalui, dengan ini, Suasana di Center Purtjaya begitu sibuk dengan pelanggan yang pergi dan yang datang ada tujuan masing-masing. saya fahami sedalam-dalam kata-kataku sebaiknya saya berada di Center Putrajaya........

'......Pergilah aku dengan kosong tiada apa-apa pun, risau pun ada menghantui jiwa seolah tertinggal rahmat dalam penerimaan rezeki yang aku cari, Aku bukan seorang pengembaraan pengemis diri tapi minat mendalam jiwa diri yang inginkan ilmu yang kucari dan kerdilnya aku menyentuh khazanah Tuhan kerana saya tak pernah merasai sebuah Pengajian Tinggi seperti orang lain, aku hanya mampu mencari harga diri dengan perjalananku yang kulalui dan aku belajar apa yang kualami walaupun ia lemah untuk aku tapi aku bersyukur memahami keadaan ini secara menyeluruh bersama buku-buku catatan dan disinilah aku menabur keadaanku menjadi yang terbaik untukku apa yang ada itulah didikan Tuhan sebaiknya adalah untukku....'

      

inilah perjalananku, harus aku tinggalkan dengan harapan memberikan kepuasan yang kosong kerusinya dan tiada penumpang menungguku setelah aku pergi, terasa jauh menumpang dirantau orang. ku percayai takdir menerimaku sebagai pengembaraan yang suka menempatkan diri dalam ruang gelap ingin merasai kesusahan diri sebelum aku mendapat hidayah dari kesusahan itu, aku berada tren KLIA Express......


Merenung diri ke mana lagi Tuhan membawa aku pergi seolah ada rahmat menungguku?......





Dari Station Putrajaya ke KLIA meneruskan sebauah perjalanan pasti saya lengkapi cara hidup yang aku lalui,..........



sampai Airport kami meneruskan perjalanan kami dengan menaiki MH2564 form KLIA to Kuching.....





Saya bersama KRU penyelidik rakan.....



kami berlepas dari KLIA pada pukul 10.05 pagi yang ambil masa 2 jam...sampai ke Kuching, Sarawak......

Berada diudara bagaikan burung terbang diudara......



Meninggalkan Semenunjung.....beberapa jam terlihat satu kehidupan yang jauh dari udara,...setelah lama berjalan di atas daratan bumi kini merasai perjalanan hidup pula di udara pula ...melayang tinggi sambil mengungkap diri penuh keasyikan hati terasa ceria terang melihat persembahan Tuhan yang memberikan hiburan yang terpaut dimana-mana aku lihat kebaikannya....





















   

























      

Wednesday, February 26, 2014

Majid mulakan misi jalan kaki

KUALA LIPIS 1 Jan. - Seorang pengawal keselamatan, Abdul Majid Abdul Hamid, 57, memulakan misi berjalanan kaki selama dua minggu bermula di bandar ini sehingga ke Stadium Darul Makmur, Kuantan hari ini.

Pelepasan misi pengawal keselamatan itu dilakukan oleh Ahli Parlimen Lipis, Datuk Abdul Rahman Mohamad di pekarangan Wisma UMNO Bahagian Lipis pukul 10 pagi.

Menurut Abdul Majid, hasrat itu dilakukan sebagai sokongan kepada Skuad Pahang yang akan menentang pasukan Lion XII dalam perlawanan Piala Sumbangsih di stadium tersebut pada 17 Januari ini.

"Saya akan berjalan kaki selama 17 hari dan akan singgah bermalam di Benta, Raub, Bentong, Temerloh, Maran sebelum tiba di bandar Kuantan melibatkan jarak keseluruhan sejauh 380 kilometer.

"Kali ini, saya meminta lebih ramai peminat Pahang dan belia di semua daerah untuk turut serta berjalan kaki bersama saya sehingga termakbul cita-cita iaitu tiba di bandar Kuantan," katanya kepada pemberita di sini.

Menurutnya, hasrat kali kedua itu dilakukan kerana memberi perangsang kepada pemain serta peminat sukan bola sepak negeri ini untuk memastikan Pahang memenangi piala tersebut.

Katanya, kejayaan menempuh pelbagai dugaan ketika berjalan kaki dari Kuantan ke Stadium Shah Alam, Selangor pada November lalu memberi banyak pengalaman sekali gus menyuntik hasratnya untuk melakukannya buat kali kedua.

"Pembabitan ramai belia berjalan kaki bersama saya bukan sahaja untuk meraikan skuad Tok Gajah, malah menyahut aspirasi Program Malaysia Cergas yang menitikberatkan gaya hidup sihat dalam kalangan penduduk di negeri ini," ujarnya.


Artikel Penuh: http://www.utusan.com.my/utusan/Dalam_Negeri/20140102/dn_17/Majid-mulakan-misi-jalan-kaki#ixzz2uVEOrOcx
© Utusan Melayu (M) Bhd